Perkuat Aksi Pencegahan Karhutla, Tim Relawan WWF-PSB Gelar Silahturahmi Dengan Sejumlah Kepala Desa di Bukit Batu
![]() |
Relawan WWF-PSB berfoto bersama dengan kepala desa, jajaran staf, dan anggota MPA Desa Buruk Bakul. Foto: WWFID/Kamaluddin |
SUNGAI
PAKNING (13/09) - Dalam rangka melanjutkan kegiatan
pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) gambut, WWF Indonesia dan PSB
Universitas Riau kembali memobilisasi relawan ke sejumlah
desa di Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis. Inisiasi kegiatan tersebut dimulai
dengan gelaran silahturahmi dengan sejumlah kepala desa untuk mensosialisasikan rencana
kerja yang akan dilaksanakan hingga sepuluh bulan kedepan.
Pertemuan ini merupakan
bagian dari rangkaian empat hari orientasi lapangan tim relawan WWF-PSB yang telah
dimulai sejak 5 September lalu. Jumat pagi, tim memulai rangkaian silahturahmi di Desa Buruk Bakul, salah satu desa pionir program restorasi gambut di Bukit Batu. Sesampainya di desa, Kepala Desa Bapak Sunaryo beserta staf desa menyambut dan
menerima tim di kantor kepala desa.
Tantangan pemberdayaan MPA di Bukit Batu
Selama hampir dua jam dalam format
diskusi santai, tim menerima sejumlah aspirasi dan masukan terkait rencana
kerja pencegahan karhutla tim WWF-PSB. Silahturahmi yang juga dihadiri oleh
Ketua MPA Buruk Bakul, Maskuri, mengapreasiasi salah satu rencana program kerja
tahun ini yaitu pemberian satu unit gawai berbasis Android. Beliau mengutarakan
bahwa aspirasi mereka pada tahun lalu untuk diberikan perangkat komunikasi dan
pemetaan tersebut akhirnya terjawab pada program kali ini. Untuk mengefektifkan
penggunaan perangkat tersebut, penyerahan alat akan diikuti pelatihan
penggunaannya.
“Kami bersyukur-lah akhirnya bisa juga pakai Android...”
ujar Sunaryo. Beliau menambahkan
pelatihan penggunaan Avenza Maps, aplikasi pengolahan peta GPS-tagged yang telah dilaksanakan tahun lalu dipandang perlu untuk
digelar kembali. “...Terus yang pelatihan kemarin itu mungkin baiknya diadakan
lagi, soalnya kan itu sudah lama dan
saat itu hanya sebatas presentasi saja, sekarang kita sudah dapat alatnya”
tambahnya.
Apresiasi terhadap konsep Padiatapa
Pihak desa mengemukakan mereka
sudah memiliki lokasi yang direkomendasikan untuk dipasangi perangkat Early
Warning Sytem (EWS). Tim relawan langsung berinsiatif untuk mengonfirmasi titik
lokasi tersebut dengan mengobservasi ke lahan yang dimaksud. Kandidat lokasi tersebut
berupa sebuah lahan belukar milik warga. Tim juga menyempatkan diri untuk meninjau salah satu sekat kanal yang tidak lagi berfungsi efektif untuk menaikkan tinggi muka air.
Salah satu relawan, Kamaluddin, mengemukakan kepada
Riau Biru bahwa kedepannya kegiatan di Desa Buruk Bakul diharapkan dapat
terlaksana dengan baik mengingat pihak desa telah menunjukkan sinyal positif
untuk mendukung sepenuhnya kegiatan tersebut. “Masyarakat desa sangat
terbuka menerima rencana kerjanya (WWF-PSB) apalagi kali ini ada lebih banyak
kegiatan yang ditawarkan ke pihak desa. permintaan FPIC pun diapresiasi oleh
kepala desa karena menghormati jenjang prosedural yang berlaku” terang
Kamaludin.
Free, Prior, Informed, and Consent (FPIC) disebut
juga Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa)
merupakan metode introduksi dan inisiasi kegiatan yang diterapkan WWF pada
berbagai kegiatannya. FPIC mensyaratkan persetujuan tertulis
maupun tak tertulis dari pihak desa ketika terutama sebuah pembangunan
unit fisik dimulai. Konsep ini mendorong atensi dan partisipasi masyarakat
lebih besar untuk mensukseskan segala bentuk kegiatan di wilayah sekitarnya.
![]() |
Relawan WWF-PSB bersama perangkat desa meninjau salah satu sekat kanal yang sudah dibangun di Desa Buruk Bakul. Foto: WWFID/Maharani |
Kegiatan tim relawan hari itu masih
berlanjut di Desa Dompas. Siang hari di kantor kepala desa, Bapak Tarmizi selaku kepala desa Dompas beserta staf dan Ketua MPA, Rozi, menerima kunjungan tim
di kantor kepada desa. Tim menjelaskan berbagai program kerja pembangunan dan pemberdayaan serta mencatat sejumlah evaluasi dan masukan dari pihak desa.
Salah satu yang perlu digarisbawahi adalah kondisi sebuah plot revegetasi yang belum memberikan
manfaat secara optimal kepada masyarakat dan ekosistem sekitarnya. Wilayah
seluas sekitar satu hektar ini ditanami dengan berbagai spesies lokal ramah
gambut seperti Jelutung dan Nenas pada periode sebelumnya kegiatan tersebut. Menurut penuturan Rozi,
alokasi yang dikerahkan untuk pemeliharaan dan penjagaan plot revegetasi
tersebut dirasa masih kurang. Rozi yang sudah dikenal lama memimpin regu MPA di
desanya ini menambahkan hal yang sama juga terjadi di sejumlah sekat kanal yang
dibangun oleh berbagai pihak pada waktu-waktu sebelumnya.
![]() |
Silahturahmi relawan WWF-PSB dengan perangkat desa beserta anggota MPA Desa Dompas. Foto: WWFID/Adei Wiranda |
Batang Duku & Pangkalan Jambi
Rangkaian silahturahmi tim relawan
WWF-PSB dengan kepala desa lokasi intervensi program di Bukit Batu masih
dilanjutkan pada keesokan harinya. Sabtu pagi sambil diskusi santai di salah
satu kedai kopi di Sungai Pakning, Safri, kepala desa Batang Duku, dengan
sangat antusias mendengarkan sejumlah rencana kerja yang akan dilaksanakan di
desanya.
![]() |
Tim relawan WWF-PSB berbincang dengan Bapak Safri, Kepala Desa Batang Duku. Foto: WWFID/Desti Mandari |
Sertifikasi anggota Masyarakat
Peduli Api (MPA) menjadi isu sentral yang diutarakan Safri dalam kerangka
pembinaan MPA yang ditawarkan oleh relawan WWF-PSB. “Kami-kami disini itu butuh
semacam bukti tertulis agar diakui kemampuan MPA kami. Yang macam (sertifikat)
ini bisa juga membantu mereka (anggota MPA) mendapatkan mata pencaharian
kedepannya” ujar Safri.
Safri juga menuturkan bahwa bimbingan
administratif kelembagaan MPA di Batang Duku sangat diperlukan saat ini.
Lembaga tersebut sedang melaksanakan penggantian ketua dan rekruitmen kader
baru. Diskusi selama satu jam
tersebut berlangsung hangat dan interaktif diantara kedua belah pihak.
Masing-masing sepakat bahwa lahan gambut di desa Batang Duku harus tetap
menjadi perhatian bersama dan dicegah dari kebakaran di waktu-waktu mendatang.
Berselang tak lama kemudian, tim
relawan bertemu dengan kepala desa Pangkalan Jambi, M. Karim. Aspirasi dari
Pangkalan Jambi tidak jauh berbeda dengan Batang Duku yang menekankan pada
pelatihan dan sertifikasi anggota MPA serta bantuan alat pemadaman kebakaran. M. Karim juga mengevaluasi beberapa
fasilitas pembangunan terdahulu seperti sekat kanal dan plot revegetasi yang
tidak sepenuhnya mampu bekerja maksimal untuk merestorasi gambut. Banyak
diantaranya telah rusak dan tak terurus. Beliau berharap, kegiatan WWF kali ini
dapat mengakomodasi niat pemerintah desa untuk memperbaiki fasilitas-fasilitas
tersebut.
![]() |
Silahturami Tim Relawan WWF-PSB bersama Kepala Desa Pangkalan Jambi, M. Karim di Sungai Pakning. Foto: WWFID/Desti Mandari |
Kecamatan Bukit Batu
merupakan salah satu wilayah yang berada di dalam lingkup kawasan cagar biosfer
kenamaan, Giam Siak Kecil, yang membentang seluas 705.270 hektar. Selama
beberapa tahun terakhir, kawasan konservasi tersebut terancam eksistensinya
oleh tindakan pembukaan lahan yang ilegal dan kebakaran yang masif.
WWF Indonesia telah melaksanakan intervensi di sepuluh
desa yang berada di Kecamatan Bukit Batu dan Bandar Laksamana dengan total
luasan sekitar 108.520 hektar. Bekerja sama dengan PSB UNRI dan sejumlah mitra
LSM dan yayasan, WWF berkomitmen meningkat kapasitas personal dan kelembagaan
masyarakat peduli api (MPA) di kesepuluh desa tersebut mengingat MPA adalah
garda terdepan dalam pencegahan karhutla. “Di Batang Duku mereka memang
membutuhkan tambahan fasilitas namun yang lebih dibutuhkan adalah insentif dan
pembinaan untuk aksi di lapangan. Sementara itu di Pangkalan Jambi, untuk
mewujudkan MPA yang lebih profesional, perangkat pemadaman dalam skala lebih
besar dan pelatihan dirasa lebih relevan” jelas Maharani sambil menyimpulkan
hasil seluruh pertemuan pada Sabtu (08/09).
Tidak ada komentar