Workshop Penguatan Upaya Pemulihan Gambut, WWF Dorong berbagai Pihak Untuk Berbagi Air
Workshop Penguatan Upaya Pemulihan Gambut. Foto : Heri Irawan/WWFID |
Pekanbaru
(13/11);
WWF
kembali mengadakan workshop lanjutan terkait implementasi kajian hidrologi yang
telah dilaksanakan di sepuluh desa di Kecamatan Bukit Batu-Bandar Laksamana,
Kabupaten Bengkalis. Acara yang diselenggarakan di Bertuah Hall Hotel Pangeran
ini dihadiri oleh berbagai lembaga baik pemerintah, NGO dan perusahaan. Selain
untuk menyepakati
tahap awal hasil kajian hidrologi dan biodiversitas lahan gambut yang telah
dilaksanakan, workshop ini juga bertujuan untuk membentuk kesepakatan antar
pemangku kepentingan termasuk perusahaan dan masyarakat dalam mekanisme berbagi
air.
Dalam sambutannya, Dr. Adhy Prayitno selaku koordinator Pusat Studi Bencana UR mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan kolaborasi dari berbagai pihak
yaitu NGO, aktivis, pemerintah, masyarakat dan akademisi. “Hal ini tentu dalam
upaya kita untuk mengembalikan kondisi alam kita seperti dulu lagi. Dari
berbagai pihak kita bersama-sama memulihkan tentu dari sudut-sudut pandang yang
berbeda”, ungkapnya
Konsep 3RE+, yakni rewetting, revegetation dan
revitalization, masih menjadi pedoman dalam pemulihan lahan gambut di Bukit
Batu. Dalam konteks rewetting, berbagi air menjadi isu
utama karena pada saat penerapan rewetting ini di beberapa desa, kanal yang
dimiliki dalam kondisi kering akibat
tidak adanya
suplai air gambut dari hulu atau dari sumber kubah gambut dalam.
“Restorasi gambut itu simbolnya
adalah air, karena gambut itu terbentuknya dari air. Kalau ada airnya berarti
restorasi sukses” ungkap Deputi IV Badan Restorasi Gambut, Dr. Haris Gunawan. Sekurangnya 10 MPA dilibatkan dalam proses ini, mulai dari pemeliharaan
dan perbaikan 18 sekat kanal, pembangunan 15 sekat kanal baru serta rehabilitasi lahan gambut untuk pemulihan
ekosistem gambut.
Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Ma’mun Anshori, selaku narasumber dari WWF
Kalimantan Tengah. “Kajian-kajian hidrologis perlu di lakukan tetap untuk
mengetahui apakah masyarakat paham atau tidak oleh apa yang kita lakukan.
Harapannya proses tersebut dapat dilakukan di tingkat tapak.”
Untuk mewujudkan water sharing yang berkelanjutan dan bertanggungjawab, perlu adanya
keterbukaan dan kerjasama dari pihak perusahaan yang dalam konteks rewetting merupakan daerah hulu. Harapannya, air dapat dibagi
secara adil.
Dalam pemaparannya, Hendri Tanjung dari PT. Bukit Batu Hutani Alam menyebutkan
bahwa masalah akses dan transportasi masih menjadi tantangan dalam mekanisme
berbagi air di lahan gambut. Selain itu, terkait penyesuaian jenis, pihak
perusahaan juga khawatir areal gambut menjadi anggapan penanaman. Meski begitu,
pihak perusahaan menyatakan telah membuka diri dan turut berkomitmen dalam
berbagi air. “Secara prinsip di perusahaan sudah melakukan tata kelola air,
tinggi muka air sesuai dengan kebutuhan dan bisnis kita. Kami juga berkomitmen
membantu membuat penataan air maupun kanal blocking” Paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Staff LHK
Provinsi Riau, Reni, menambahkan bahwa perusahaan perlu mengidentifikasi
kanal-kanal yang digunakan sebagai kanal transportasi logging dengan
menggunakan peta topografi, sehingga mekanisme berbagi air di kanal-kanal besar
yang ada di dua perusahaan ini dapat diatur.
Selain itu, perlu dilihat izin dari perusahaan yang menyebabkan kekeringan
di areal sekitarnya.
Hingga
saat ini, berbagai pihak terus melakukan upaya pencegahan tidak hanya dengan
pembangunan sekat kanal melainkan juga melalui patroli, penanaman dan
pembentukan sistem informasi sebagai early
warning system yang mencakup pemantauan titik panas (hotspot), tinggi muka
air serta kondisi iklim seperti yang telah dilakukan oleh Pusat Studi Bencana
UR dan WWF Rimba. Hal ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan alat bantu
untuk pengambilan kebijakan upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan
lahan dengan cepat.
Puncak dari workshop ini yaitu dihasilkannya tujuh
rumusan water sharing sebagai bentuk kesepakatan
dan komitmen dari berbagai pihak untuk saling bahu membahu melakukan upaya
restorasi gambut di KHG Giam Siak, Bukit Batu. Kedepannya, BRG berharap
KHG Giam Siak dapat menjadi contoh restorasi lahan gambut yang sukses seperti
Desa Kampung Jawa. “Lahirnya
kegiatan ini berawal dari dua contoh kecil. Di kampung Jawa ada bukti story
sukses tentang water sharing. Hingga
kini airnya mengalir. Semoga kita dapat membentuk Kampung Jawa berikutnya.” tutupnya.
Tidak ada komentar