Budidaya Kelulut, Inovasi Pertanian di Lahan Gambut
Gambut, merupakan salah
satu jenis tanah yang terbentuk dari pelapukan-pelapukan kayu yang tidak
sempurna yang terbentuk sejak lima ribu hingga sepuluh ribu tahun yang lalu. Keunikan
tanah gambut adalah kemampuannya menyimpan kadar air yang besar dan penyimpan
karbon yang baik. Hal ini disebabkan karena karakteristik tanah gambut yang
berongga dan tidak padat seperti struktur tanah mineral. Di sisi lain, gambut justru
dikenal sebagai tanah yang miskin akan hara, kadar asam yang tinggi menyebabkan
sulitnya tanaman tumbuh subur di lahan gambut.
Seiring dengan
perkembangan pemikiran dan kemajuan teknologi, saat ini banyak kita jumpai
pertanian ataupun perkebunan di tanah rawa gambut. Sudah tidak asing bagi kita melihat
tanaman sawit, kepala, sagu, karet, dan nenas ditanah gambut. Tidak jarang pula
ditemukan kebun yang terdapat tamanan tupang sari. Tanaman tumpang sari yang
sering ditemui diperkebunan biasanya adalah pinang dan kopi. Hal ini dilakukan
untuk penambahan pendapatan bagi petani. Namun
beberapa tahun terakhir telah tercetus ide untuk budidaya lebah kelulut di lahan gambut. Salah
satu daerah yang mencoba budidaya lebah kelulut di lahan gambut yaitu Desa
Tanjung Sari Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
Budidaya madu kelulut ini memiliki prospek
yang cukup menguntungkan. Beberapa
kelebihannya,
yakni: pertama, budidaya lebah kelulut relatif mudah dan murah sehingga dapat
dicoba oleh siapa saja. Kedua,
madu dengan rasa asam yang khas ini diminati oleh pangsa pasar karena madu
kelulut memiliki banyak khasiat. Kandungan
istimewa dari madu lebah kelulut yaitu propolis.
Zat ini berfungsi sebagai antikulat, antivirus dan antibakteria. Propolis juga
mengandung 16 jenis Asid Amino, Glukosa, Vitamin A,B,C,D dan E, Bioflavanoid
dan berbagai mineral lainnya.
![]() |
Sarang Lebah Kelulut. Foto : Usman |
Keistimewaan-keistimewaan itu pula yang membuat budidaya kelulut dipilih sebagai salah satu alternatif pekerjaan bagi masyarakat yang hidup di lahan
gambut. Hidup di lahan gambut yang semula
dianggap sulit karena ketidaksuburan lahan gambut sedikit demi sedikit mulai
bisa ditepis dengan adanya ide budidaya lebah kelulut. Inisiatif dan inovasi
petani di Desa Tanjung Sari ini perlu diapresiasi dan patut dicontoh untuk
daerah-daerah lain yang memiliki karakteristik ekologi yang sama.
Namun,
kita belum layak berbangga. Pasalnya, masih banyak PR yang harus diselesaikan bersama terkait budidaya lebah
kelulut. Permasalahan klasik yang sering dialami oleh petani Indonesia dan belum
dapat dihindari termasuk petani kelulut saat ini adalah masalah packaging dan marketing. Terbatasnya skill dan link yang dimiliki oleh penduduk desa
menyebabkan nilai jual madu kelulut ini hanya dijual dengan harga seratus tujuh
puluh ribu rupiah per liter. Padahal, nilai
jual madu kelulut umumnya mencapai tiga ratus ribu hingga lima ratus ribu
rupiah per liter.
Tentunya
kita berharap agar permasalahan ini bisa segera terselesaikan. Diantara upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan ikut serta mempromosikan madu kelulut. Akses
internet yang mudah, media sosial dapat digunakan sebagai wadah untuk promosi
atau bahan melakukan transaksi jual beli. Selain itu harapan lain, dengan
tercetusnya ide budidaya lebah kelulut di lahan
gambut akan mendorong timbulnya terobosan-terobosan baru pada bidang pertanian dilahan
gambut.
Penulis : Putri Adelia
Tidak ada komentar