Tahun 2015,
beberapa wilayah di Indonesia tercatat mengalami kebakaran hutan dan lahan. Hal
tersebut dipicu oleh banyaknya lahan gambut yang kering ditambah dengan musim
kemarau yang berkepanjangan membuat kebakaran semakin parah. Data Badan
Restorasi Gambut (BRG) menyebutkan, dari 2,6 juta hektar lahan terbakar, 35
persennya adalah gambut. Luas lahan gambut di Indonesia mencapai 14.9
juta hektar.
Lahan gambut merupakan ekosistem yang terdapat
di hutan hujan tropis. Pada dasarnya, gambut merupakan wilayah yang sangat
basah. Oleh karena itu, ketika ada pengeringan (drainase), permukaan air tanah
di dalam kawasan hutan gambut akan turun, itulah sebabnya kebakaran hutan lahan
gambut sulit dipadamkan. Lahan ini banyak dijumpai di beberapa provinsi,
seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Papua.
Dalam upaya menghindari pengalaman buruk bencana
kebakaran hutan dan lahan hebat di sepanjang tahun 2015 itu serta tidak
terulang kembali, pemerintah dan berbagai lembaga lain mulai konsen dalam
pembenahan lahan gambut. Salah satu cara yang sedang digalakkan untuk restorasi
gambut adalah dengan penenaman kembali (revegetasi). Terdapat beberapa tanaman
non hutan yang cocok di tanam di lahan gambut seperti sagu, kelapa, kopi, nanas
dan kayu ramin. Salah satu tanaman yang menjadi andalan masyarakat untuk
merestorasi gambut adalah sagu.
 |
Beras sagu dan beberapa produk olahan sagu lainnya.
Foto: antarariau.com
Sebagai
daerah penghasil Sagu terbesar di Indonesia, Riau telah lama memiliki tradisi
mengolah produk kuliner dari bahan dasar sagu. Tiap tahunnya, Riau bisa
menghasilkan sagu hingga
246.000 ton. Bahkan, baru-baru ini Riau kembali menggegerkan dunia lewat event Festival Sagu yang menyajikan
lebih kurang 369 olahan makanan yang terbuat dari sagu. Event ini juga berhasil
meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia dalam kategori kuliner. Kabupaten
Kepulauan Meranti juga turut memamerkan
produk-produk berbahan dasar sagu dalam acara Riau Expo 2016, yang diadakan di Pekanbaru tanggal 24-30 Oktober 2016 lalu.
Sagu dapat tumbuh di genangan air, dan memiliki
produktivitas yang tinggi, sehingga sagu cocok ditanam di lahan gambut. Dalam
jangka pendek sagu dapat membantu pemerintah mencegah bencana kebakaran hutan
di lahan gambut dan dalam jangka panjang tanaman multiguna ini dapat membantu
pemerintah mewujudkan ketahanan pangan nasional, mengurangi impor beberapa
bahan pangan utama.
Menurut
Ahli Sagu Indonesia, Prof. Nadirman Haska, cadangan sagu di Indonesia mampu
memasok kebutuhan karbohidrat pengganti beras untuk 80 juta penduduk Indonesia
dalam 1 tahun bila dikelola dan dimanfaatkan dengan benar. Kini, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi
Riau bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi sedang
mengembangkan produk kreatif daerah Riau yaitu beras sagu. Beras sagu
adalah beras yang dibuat dari pati sagu
yang dicampur dengan sumber karbohidrat lainnya seperti jagung, beras merah,
dll. yang diproses menyerupai beras. Inovasi produk berbahan dasar sagu ini
juga dianggap mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang ada seperti jumlah
penduduk yang terus bertambah, konsumsi beras yang tinggi sekitar 139
kg/kapita/tahun, konversi lahan sebesar 100 rb ha/th, teknologi produksi padi
yang melandai, sumber air yang semakin langka, adanya perubahan iklim global,
dan jumlah penduduk Indonesia pengidap Diabetes
Mellitus yang semakin meningkat.
Badan
Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Riau juga menyebutkan bahwa beras sagu memiliki
beberapa kelebihan antara lain Glikemik Indeks (GI) nya yang rendah. Glikemik
Indeks adalah ukuran kecepatan perubahan pati menjadi gula dalam tubuh manusia.
Itu sebabnya beras sagu sangat baik untuk penderita Diabetes Mellitus. Selain itu juga, beras sagu memiliki kandungan
energi, karbohidrat, dan serat yang lebih tinggi serta kandungan lemak dan
protein yang lebih rendah bila dibandingkan dengan beras biasa. Makanan yang
dapat dibuat dari beras sagu antara lain Nasi Goreng, Nasi Uduk, Arem-arem,
dll.
Dengan
adanya inovasi seperti ini, masyarakat Riau sangat berharap agar nantinya beras
sagu dapat menjadi salah satu pangan lokal yang dapat menjadi alternatif untuk
permasalahan pangan di Indonesia mengingat jumlah cadangan beras ideal yang
harus dimiliki oleh Pemerintah adalah sekitar 750 ribu – 1,25 juta ton (Tim
UGM,2003 dalam Sekilas CBP http://www.bulog.co.id).
Selain itu juga diharapkan sagu dapat
menjadi salah satu makanan tradisional Indonesia yang dikenal ditingkat
nasional bahkan Internasional.
|
Tidak ada komentar