Pusat Studi Bencana UR Ajak Berbagai Pihak serta Masyarakat dalam Restorasi Gambut dan Pencegahan Kebakaran Melalui Dialog Percepatan Aksi
Suasana dialog percepatan aksi restorasi gambut dengan dihadiri berbagai narasumber. Foto : Sinta/PSB-UR |
Pekanbaru (4/4);
Pusat Studi Bencana UR adakan dialog percepatan aksi restorasi gambut
dan pencegahan kebakaran di Kesatuan Hidrologis Gambut, Kecamatan Bukit
Batu. Dalam diskusi ini, PSB mengajak berbagai pihak diantaranya Badan
Restorasi Gambut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPBD
Provinsi Riau, Dinas LHK Riau, WWF, BBKSDA, Walhi, MPA Se-kecamatan
Bukit Batu serta berbagai perguruan tinggi dan NGO lainnya. Dalam
sambutannya, Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG, Dr. Haris Gunawan
menyebutkan bahwa diskusi ini bertujuan untuk mempererat silaturahmi
serta memunculkan semangat untuk memantapkan restorasi gambut dan
menuntaskan permasalahan kebakaran lahan gambut. Harapannya setelah
dialog ini dapat terbentuk suatu gerakan untuk memperbaiki Riau yang
dianggap sebagai “daerah penghasil asap” menjadi model “daerah bebas
asap” melalui kerjasama dengan berbagai pihak dan masyarakat,
berdasarkan ilmu dan pengetahuan.
Acara yang diadakan di Ballroom Hotel Pangeran ini dihadiri
oleh beberapa narasumber diantaranya Dr. Haris Gunawan (BRG RI), Dr.
Sigit Sutikno, MT (PSB UR), Dra. Yulwiriati Moesa (DLHK Riau), Drs.
Ahmad Muhammad, M.Si (PSB UR), Dr. Untung Suprapto (KLHK), Erwan Efendi
(PT. Surya Dumai Agrindo), Bandai Butar Butar (PT. Bukit Batu Hutani
Alam) dan Wahyu (PT. Sekato Pratama Makmur).
“Kunci dari permasalahan Kesatuan Hidrologis Gambut adalah air, sehingga
konsep berbagi airnya harus didiskusikan agar di Bukit Batu tidak
terjadi banjir saat musim hujan, dan kering saat musim kemarau. Selain
itu perlu pengelolaan yang tidak diklaim oleh pihak-pihak tertentu
saja.” Ungkap Dr. Haris Gunawan dalam pemaparannya. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Pihak PSB UR, Dr. Sigit Sutikno bahwa kondisi kebakaran
biasanya terjadi di daerah yang memiliki banyak kanal. Lingkungan yang
memiliki kanal menunjukkan bahwa overdrain oleh kanal
menyebabkan kanal cepat kering dan mudah sekali terbakar. Perlu
penambahan instrumen untuk memonitoring kondisi hidrologi secara real time untuk akurasi quick assessment potensi kebakaran lahan dan penguatan sistem informasi.
Staff Kementerian KLHK, Hanni Adiati, M.Sc, yang juga merupakan
fasilitator dalam diskusi tersebut menekankan gambut merupakan suatu
ekosistem yang utuh dan tidak bisa dikotak-kotakkan karena akan
berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya. Sehingga pemerintah
memiliki kebijakan untuk mengatur kanal yang terdapat di
perusahaan-perusahaan. Beliau juga menambahkan bahwa saat ini KLHK
sedang menyusun rencana untuk program tukar guling kawasan atau landswap, yaitu memindahkan gambut ke daerah mineral.
Menurut Dr. Ir. Mahfudz, M.P selaku kepala BBKSDA Riau, tukar guling
kawasan tidak perlu dilakukan mengingat kinerja perusahaan HTI belum
optimal dan produksi kayunya tergolong rendah, hanya 30-50 ton per ha.
“Saat ini, perusahaan masih menggunakan bibit yang sembarangan.
Seharusnya, setiap hektar lahan bisa menghasilkan 120 sampai dengan 180
ton kayu jika menggunakan bibit unggul. Sehingga yang terpenting saat
ini adalah upaya intensifikasi dari perusahaan untuk meningkatkan
produksi melalui penggunaan bibit unggul. ” ungkapnya.
Berbicara
tentang permasalahan gambut tentunya tidak terlepas dari peran
masyarakat setempat. Dalam pemaparannya, Drs. Ahmad Muhammad menjelaskan
bahwa karakteristik masyarakat berbeda-beda dari desa ke desa, dan hal
itu berkonsekuensi kepada bagaimana masyarakat merespon bencana yang
mengancam. Menanggapi hal tersebut, Dr. Untung Suprapto menerangkan
bahwa sebelumnya pihak KLHK telah memberi beberapa pelatihan kepada
masyarakat seperti pembuatan kompos dan arang. Harapannya, pemerintah
juga ikut mendukung masyarakat dengan memasarkan produk yang mereka
buat.
Puncak
dari dialog ini yaitu dihasilkannya kesepakatan dari berbagai pihak
untuk saling bahu membahu menghadapi permasalahan yang ada melalui
deklarasi komitmen tata kelola gambut di Giam Siak Kecil, Bukit Batu.
Selain fokus kepada penanggulangan dan pemadaman, pihak-pihak terkait
juga akan menjadikan upaya pencegahan sebagai prioritas utama.
Kedepannya, masyarakat setempat bersama peneliti serta pihak lainnya
dapat melakukan diskusi ataupun penyusunan rencana kerja di Pondok
Restorasi Kerja yang juga telah diresmikan dalam acara tersebut.
Penandatanganan deklarasi komitmen tata kelola gambut di Giam Siak Kecil, Bukit Batu. Foto : Nasri/PSB-UR |
Tidak ada komentar